SALARIES OF PUBLIC SCHOOL TEACHERS MUST BE RAISED MUCH HIGHER!

As a proud U.S. Military Veteran, Alfonso Rembert is the owner of Rembert’s Worldwide Networking, LLC, an organization that fights all forms of discrimination and injustice. Committed to social…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Catatan Belajar Tentang Hubungan Sosial yang Sehat

Salah satu skill penting yang dulu sangat minim aku pelajari adalah skill tentang membangun hubungan sosial yang sehat dengan orang lain. Wajar kalau akhirnya aku banyak nemu indikasi masalah di sini. Sering disalah pahami, bingung banget sama emosi orang lain, dll. Tapi manusia punya akal dan nurani, alamiahnya akan sadar kalau ada sesuatu yang perlu di improve atau bahkan di ubah.

Ternyata indikasi masalah ini masih permukaan, karena ada sebab-sebab lain yang berkaitan dan kayanya lebih prinsip. Bingung harus mulai dari mana. Akhirnya aku mulai dari mana aja! Awalnya keliatan random, tapi nantinya akan keliatan gambar apa yang terbentuk dari puzzle-puzzle acak itu. Kaya biasanya.

Sebelum masuk ke topik utama, aku pengen jelasin dulu asumsi tentang hubungan yang sehat ya.

Indikator hasil dari hubungan sosial yang sehat akan membuat kita lebih berkembang dan berfungsi dengan maksimal. Bukan berarti tanpa masalah. Karena sejauh yang aku sadari sekarang, gak ada hubungan tanpa resiko semuanya ada plus minusnya.

Apapun jenis hubungannya; teman, pasangan, orangtua, adik, kakak dll. Jadi ini general aja ya, belum sampai detail-detail sesuai karakteristik hubungan yang spesifik. Tapi mungkin aku akan menyinggung sedikit untuk contoh kasus aja.

Kalau pembangunan dan pengelolaan resiko hubungannya lebih seimbang, maka dampak negatifnya bisa lebih terkendali. Alhasil hubungan tersebut yang lebih dominan adalah dampak baiknya. Setidaknya itu yang make sense di kepalaku dari asumsi dasar manusia yang punya sisi alamiah sebagai makhluk sosial sekaligus tetap sebagai individu. Kalian yang punya basic ilmu psikologi atau lainnya yang berkaitan, aku seneng banget kalau mau comment dan diskusi tentang ini.

Baca juga : Decision Making : 5 Hal Tentang Pengambilan Keputusan

Baiklah sesuai judul, kali ini aku ingin share catatan belajar tentang hal-hal yang menurutku cukup penting dalam hubungan sosial antar manusia yang sehat! Apa aja?

Sebagai orang yang dari kecil punya difficulties dalam berkomunikasi, hal pertama aku sadari tentang masalah relationship adalah komunikasi. Gak mungkin rasanya bisa punya hubungan yang kuat dengan seseorang tanpa adanya komunikasi yang baik. Ini yang aku amati dari hubunganku sama beberapa teman dekat.

Mereka yang aku sebut temen itu mungkin bisa di hitung jari. But they are precious. Aku pikir aku juga begitu di mata mereka, dengan sudut pandang pemaknaan yang unik dan kadarnya masing-masing.

Komunikasi pada dasarnya bertujuan biar kita bisa paham maksud satu sama lain. Ini komunikasi secara umum ya (antar sesama manusia), bukan komunikasi pemasaran, komunikasi intrapersonal, apalagi komunikasi politik. Bukan.

Oke, balik lagi ke bahasan tentang tujuan komunikasi…

Untuk punya hubungan yang baik dengan orang lain kita harus kenal. Untuk mengenal, kita harus paham dulu maksud satu sama lain. Kalau kita gak ngerti maksud orang lain dan sebaliknya, boro-boro membangun hubungan yang sehat dan kuat, yang ada konflik mulu. Memang tendensi, kepribadian dan persepsi punya pengaruh yang cukup besar apakah tujuan ini bisa tercapai ataukah nggak.

Menurutku titik temunya adalah objektivitas. Pun juga ketika sudah clear komunikasinya, bisa jadi hubungannya end up dengan perpisahan karena kita gak bisa memaksakan pemikiran atau kehendak kita ke orang lain. Tapi minimal kalau komunikasinya baik, maka ini akan mengurangi drama-drama yang seharusnya gak diperlukan dan berdampak negatif yang lebih kompleks lagi.

Ini bikin aku berimajinasi, kalau seandainya pemimpin-pemimpin dunia mau duduk barengan dan berdiskusi dengan objektifitas yang di junjung tinggi, apa masih adakah perang di dunia ini ya?

Komunikasi menurutku adalah gerbang awal untuk membangun hubungan antar sesama manusia yang sehat. Ini alasan aku belajar nulis, biar semakin punya kesadaran yang lebih luas tentang orang lain. Aku juga pengen bisa menyampaikan apa yang aku pikirkan dengan lebih jelas. Gak salah paham mulu dan semakin males sama orang lain karena masalah per-komunikasian ini.

Aksi bikin blog pribadi adalah proses yang panjang. Sampai sekarang aku masih struggle dengan komunikasi dan ingin terus belajar. Tujuanku menulis bukan supaya orang lain sepakat sama pemikiranku, ini gak harus tapi kalau ada ruang berdiskusi kita bisa bertukar data dan pemikiran. Jadi masing-masing dari kita bisa mengambil hikmah/ pembelajaran.

Baca juga : 15 Barang yang Saya Miliki Satu : Is That Minimalism?

Masalah (harapan yang gak sesuai dengan kenyataan) biasanya disebut-sebut jadi penyebab kekecewaan dan ketidakbahagiaan. Tapi menurutku, seringkali bukan masalahnya yang jadi masalah. Melainkan sikap terhadap masalah dan juga ekspektasi yang gak realistis atau kurang mempertimbangkan nilai proses.

Selama masih hidup manusia gak akan bisa lepas dari ekspektasi. Aku pernah berada di titik ekstrim ekspektasi ini. Ini menyebabkan dampak yang juga ekstrim. Tapi kalau di urutkan, prosesnya kurang lebih kaya gini :

Gak sadar tentang ekspektasi → Punya ekspektasi yang liar, cenderung perfectionis → Kenyataan gak sesuai → Kecewa → Trust issue

Trust issue → Ingin meniadakan ekspektasi (secara gak sadar) → Muncul masalah lagi (Level trust issue yang lebih tinggi karena jadi gak keliatan, padahal kenyataanya justru cuma lagi menghindari untuk belajar mengelola ekspektasi)

Aku sadar kalau salah satu muaranya adalah ekspektasi. Terkadang aku gak sadar kalau ekpektasiku ke orang lain itu gak masuk akal. Khususnya dalam hubungan dengan ortu atau pasangan. Dan aku sulit menyadari ini karena udah keburu males. Padahal salah satu faktor yang patut di salahkan adalah diri sendiri, punya ekspektasi kok gak masuk akal? Mweheheh

Nah, dalam hubungan antar sesama manusia ekspektasi ini menurutku penting untuk di kelola. Karena kita gak bisa meniadakannya hanya biar kita gak merasa terluka. Sebenernya keinginan itu juga ekspektasi sih.

Aku belajar tentang ekspektasi lewat mengamati hubunganku sama temen-temen deket yang udah bertahun-tahun terjalin dengan baik. Bukan tanpa perdebatan atau masalah, tapi aku merasa semuanya bisa di lewati dengan mudah. Akhirnya aku punya pertanyaan, kenapa kalau jenis 2 hubungan yang aku sebutin di atas gak seperti itu?

Ternyata ini bukan cuma soal komunikasi, tapi juga ekspektasi. Ekspektasi di kedua jenis hubungan itu lumayan rawan, mungkin terlalu banyak emosi yang belum sesuai kedudukannya.

Untuk poin tentang ekspektasi ini aku masih sangat baru. Jadi baru sadar tentang kesalahanku aja dalam berekspektasi. Tapi kalau aku boleh menyimpukan dari step ini, mungkin bisa kita ambil hikmah kaya gini :

Menyadari tentang ekspektasi kita sendiri ke orang lain itu penting. Ini bisa jadi rem dalam membangun hubungan pas di hadapkan sama masalah. Jadi selanjutnya kita bisa nguji, apakah ekspektasi itu masih cukup fair atau udah berlebihan.

Nanti kalau ada hal baru tentang strategi atau faktor-faktor apa aja yang penting untuk berekspektasi secara lebih sehat aku akan update di blog.

Terakhir, untuk membangun hubungan yang sehat syaratnya harus muncul sikap saling menghargai dulu. Sikap menghargai gak muncul tiba-tiba. Mungkin menghargai di level dasar bisa ditunjukan dengan menerapkan batasan tentang intervensi perbedaan.

Tapi kalau udah menjalin komunikasi yang baik dan udah mulai bisa mengontrol ekpektasi maka kita akan bisa bener-bener kenal dengan seseorang. Kalau memang komponen kepribadian, tujuan, kebutuhan dll banyak yang cukup match maka alamiahnya hubungan akan semakin kuat. Bentuk saling menghargainya akan berkembang, jadi empati dan toleransi yang orientasinya adalah pemecahan masalah.

Menurutku, 3 komponen diatas penting dalam membangun hubungan yang sehat apalagi kalau ingin punya hubungan yang kuat sama orang lain.

Nah, salah satu masalah yang cukup aku soroti selain hubungan anak-ortu, juga tentang hubungan dengan pasangan.

Aku cukup prihatin, karena banyak menemukan pernikahan yang di awali dengan kurangnya 3 komponen di atas. Ini berdasarkan pengamatanku dari lingkungan sekitar aja ya. Dan herannya, banyak juga yang tiba-tiba memutuskan untuk punya anak. Padahal hubungan dengan pasangannya aja masih belum kuat.

Hasilnya?

Hubungan dengan pasanganpun semakin gak karuan dan anak jadi korban. Ya kali, ngurus anak manusia itu gampang. Pasangan yang hubungannya udah kuat-pun banyak yang kelimpungan pas punya anak, apalagi kalau urusan internal dengan pasangannya masih rapuh.

Hm.. aku cuma ingin bilang, buat yang sedang berproses menuju pernikahan please perhatikan kualitas hubungan dengan pasangan dulu sebelum melangkah kemana-mana. Yang udah menikah, yuk jangan abaikan proses dan terus belajar. (Reminder buat diri sendiri).

Let me know your thoughts, please leave your comment bellow!

Add a comment

Related posts:

Buy Do Condoms in Pakistan

Do Timing condoms are made with a desensitizing lubricant to help them last longer and are textured and designed to help speed them up. Do Timing condoms Box are made with a desensitizing lubricant…

Demystifying Sugar

I am in the latter camp. I can’t resist a bar of dark chocolate. a bowl of sweet cherries, or the occasional French pastry or two. The Internet, grocery stores, and maybe even your best friends are…

The Dinner Party

A man spends the day preparing for the perfect dinner party.. “The Dinner Party” is published by Matthew Donnellon in The Inkwell.